Beritapilihan.web.id – Beberapa hari terakhir ini terdengar isu tentang penggunaan aplikasi MiChat yang diduga dijadikan sebagai tempat untuk melakukan transaksi prostitusi online. Ya, kasus prostitusi secara online memang marak terjadi saat ini. Bahkan MiChat dianggap sebagai salah satu aplikasi Chatting yang seringkali dijadikan sebagai tempat melakukan transaksi prostitusi secara online.
Isu tentang kasus MiChat ini muncul dan menjadi perbincangan karena diungkap oleh seorang anggota DPR RI dari fraksi Gerindra yakni Andre Rosiade yang melakukan jebakan dan penangkapan pekerja seks komersial menggunakan aplikasi tersebut.
Tentu saja Kominfo harusnya bertanggung jawab tentang kasus MiChat ini. Namun, menurut Chairman CISSRec, Pratama Prasadha. Ia mengatakan bahwa mesin pencari konten negatif (AIS) Kemenkominfo kesulitan untuk mencari konten-konten negatif di platform media tertutup seperti MiChat.
AIS yang dimiliki Kemenkominfo pasalnya hanya bisa menelusuri konten-konten negatif yang ada di platform terbuka seperti situs online, facebook, twitter, website dan lainnya.
Hal ini dijelaskan oleh Chairman CISSRec, Pratama Prasadha yang mengungkapkan bahwa, “Kominfo jelas tidak bisa mengintip pembicaraan setriap pengguna platform chat. Jadi, kalau ada laporan masyarakat Kominfo memang akan sulit mendeteksi adanya konten negatif didalamnya,” ujarnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa mesin AIS milik Kemenkominfo juga tidak bisa menyadap dan mengetahui setiap prostitusi online yang dilakukan lewat aplikasi chating karena minimnya fitur AIS untuk laporan akun.
Pratama menjelaskan bahwa, “twitter, facebook dan instagram relatif mudah melaporkan akun bermasalah dengan banyaknya pilihan opsi. Sedangkan untuk aplikasi chatting seperti MiChat umumnya hanya terdapat laporan SPAM saja”.
Pengamat TIK dari ICT Institute Mempertanyakan Mesin AIS Kemenkominfo

Akibat kasus MiChat ini, pengamat TIK dari ICT Institute yakni Heru Sutadi justru mempertanyakan kemampuan mesin AIS milik Kemenkominfo yang pasalnya memakan uang negara sebesar Rp. 200 miliar tersebut.
“AIS kan hanya merupakan proyek saja, membuang-buang uang negara hampir Rp. 200 miliar tapi kemampuan dan kegunaannya dipertanyakan. Jadi, wajar saja kalau masyarakat menjadi curiga ada sesuatu dibalik proyek AIS ratusan miliar itu,” kata Heru.
Di sisi lain Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu menyebutkan bahwa selama ini yang banyak tercatat sebagai tempat prostutusi online adalah Twitter.
Menurut Nando, MiChat tidak bisa dikenakan pasal dalam UU ITE karena penyebaran konten negatif karena yang bersalah dalam hal inin adalah pengguna yang menjadikan platform chatting untuk melakukan transaksi prostitusi online.
Menurut Nando, lebih lanjut pihak Kominfo akan mengajak pihak aplikasi untuk bekerjasama dnegan pemerintah. Jadi, nantinya pengembang aplikasi ini harus menuruti perintah dari pemerintah jika diminta untuk memblokir suatu akun yang ketahuan menyebarkan konten negatif.
Bagaimana menurut Anda?
Discussion about this post